Home » » Menj(el)ajah Jepang

Menj(el)ajah Jepang

Sebenarnya penj(el)ajahan Jepang ini sudah terjadi hampir lewat satu bulan, tepatnya tanggal 10-17 Desember 2013 lalu. Tapi karena sayang kalau jejak ini tak terekam, jadilah malam ini aku berduel dengan layar laptop, merenggut memori memaksanya bertarung dan menyeret ujung-ujung jari agar menorehkan huruf ketikan di atas putihnya microsoft word.

MIMPI

Entah sudah sejak kapan mimpi ini ada. Setiap ditanya negara mana yang ingin kukunjungi, dengan mantap aku selalu menjawab "Jepang". Tak tahulah apa yang membuatku tertarik dengan negara satu ini. Seingatku, mimpi "ingin ke Jepang" itu lebih dulu ada bahkan sebelum aku mengerti apa itu aljabar. Pernahkah kalian menuliskan 100 mimpi? Aku juga pernah. Dan "Jepang" berada di urutan atas dalam daftar mimpiku. Jepang selalu ada. Dalam video visualisasi mimpi, dalam LGLP (Life Goal and Life Plan), dalam coretan abstrak di buku catatan, bahkan dalam komen di salah satu thread kaskus yang berjudul "tulis apa yang agan inginkan, insyaAllah terkabul" (bukan redaksi sebenarnya).

Akhir tahun 2013 adalah saat mimpi itu tak lagi sekedar angan. Pada akhirnya aku akan dapat menghirup udara Jepang. Walau berat dirasa dan hampir putus asa, tekadku mengalahkan segala rintangan. Disinilah perjalanan itu bermula.

The 8th ICAST

Berawal dari sebuah pesan singkat dari sahabat terdekat, Annisa Firlani, yang memberitahukan bahwa dia telah mendaftar dan mengirim abstrak untuk mengikuti ICAST 2013 (The 8th International Student Conference on Advance Science and Technology 2013) yang akan diselenggarakan di Kumamoto University, Kumamoto, Japan, pada 12-14 Desember 2013 dan menawariku bersama-sama menulis paper untuk dipresentasikan disana. Aku langsung menjawab iya.

Mulailah kami menyusun paper dengan bimbingan mas Solli Dwi Murtyas. Melakukan penelitian di TK Dharma Bhakti I Karangwuni. Mengolah data. Menerjemahkan ke bahasa Inggris. Akhirnya selesailah paper kami yang berjudul "Green Building Concept with Zero Waste Activity at Kindergarten in Indonesia".

Paper terkirim. Beres. Letter of Invitation diterima. Alhamdulillah, buncahlah dada ini. Akhirnya aku akan ke Jepang! Tapi tak semudah itu. Karena pihak penyelenggara tidak memberikan subsidi sedikitpun bagi peserta, kami harus mencari dana sendiri. Genderang peperangan melawan birokrasi kampus ditabuh.

ADMINISTRASI

Dimana-mana jika ingin mencari dana sponsor, pastilah terbentur dengan yang namanya proposal. Apalagi bagi mahasiswa, jika ingin mengajukan proposal sponsor ke luar, perlu acc dari Dirmawa (Direktorat Kemahasiswaan). Sedangkan untuk sampai ke Dirmawa pun harus melewati banyak tahap.

Walau sudah berusaha maksimal dengan 3 kali mengulang proposal, tapi karena keterbatasan waktu (karena Letter of Invitation-nya pun juga mepet sekali diterimanya) dan tutup buku keuangan (alibi tiap akhir tahun), jadilah kami sama sekali tidak mendapatkan sponsor. Hanya mendapat bantuan dari Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan sebesar satu juta rupiah, itu pun untuk dua orang delegasi.

Urusan per-proposal-an itu membuatku lengah, ketika menyadari, aku bahkan belum membuat paspor! Setelah menyiapkan berkas dan mendaftar online, aku menuju kantor imigrasi bersama mbak Wija, yang juga akan ke Jepang awal musim semi nanti. Tak tahunya, berkas kami dianggurkan sampai kantor hampir tutup. Kalau tidak ditegur, mungkin saja paspor kami tidak diproses hari itu. Untunglah beberapa saat kemudian kami dipersilakan untuk foto dan wawancara, dan diminta mengambil paspor 3 hari lagi.

Paspor, beres. Nah, untuk proses-proses selanjutnya sudah mulai menggunakan uang yang tidak sedikit. Terutamanya, tiket pesawat. Sembari menunggu jeda 3 hari pengambilan paspor, aku pulang. Menghadap Bapak dan Ibu, melaporkan "kegagalan" mendapat sponsor. Aku sudah menyiapkan diri jika memang tidak bisa berangkat ke Jepang. Biarlah mimpi itu menunggu beberapa saat lagi.

Tak tahunya, Bapak dan Ibu membesarkan hatiku. Beliau mengatakan akan mengusahakan. Padahal kutahu, tak mudah mendapat uang sebanyak itu, apalagi beliau berdua adalah PNS. Mereka malah menyuruhku segera melengkapi berkas persyaratan visa. Aku tak mampu berkata apa-apa saat itu. Bahkan, I haven't properly thanked them yet. Dalam hati aku berjanji; aku akan mengembalikan apa yang kupinjam hari itu, dan seluruh cinta mereka yang tak henti. Walau tahu anaknya ndableg, tidak bisa memberikan apa-apa, tapi mereka tetap bangga dan berharap padaku.Untuk mengurus visa pun sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan travel agent (karena, lagi-lagi, waktu yang sangat mepet), akhirnya aku memutuskan untuk mengurus sendiri visa di Kedubes Jepang di Jakarta. Seorang Avisa, yang bahkan main game RPG aja nyasar, melawan ibukota? Awalnya aku pun ragu. Berbagai omongan miring tentang ibukota menciutkan nyaliku. Untunglah sudah ada teknologi bernama internet dan smartphone hari ini. Keresahanku sedikit berkurang.

Pagi itu pukul 08.15 setelah mengambil paspor di kantor imigrasi aku segera menuju bandara, mengejar penerbangan pukul 09.30. Untunglah jarak kantor imigrasi dan bandara Adi Sucipto lumayan dekat. Walau agak terburu, aku masih dapat check-in tepat waktu. Dan untungnya, walaupun aku menggunakan maskapai L*on Air, hari itu boarding dan take off tepat waktu. Aku sudah was-was sebelumnya, karena maskapai satu itu kan terkenal, ehm, sering delay. Menurut jadwal, pesawat akan mendarat di Soekarno-Hatta pukul 10.40, dan aku harus berusaha, mbuh piye carane, sampai di kedubes Jepang sebelum pukul 12.00, karena untuk apply visa hanya dilayani sampai batas waktu tersebut.

Setelah bernego-nego dengan mas sopir taksi, dan mendapat kepastian dapat sampai di kedubes sebelum pukul 12, akhirnya deal. Ternyata mas-mas itu nyetirnya na'udzubillah. Kaya balapan Let's and Go. Bahkan sopir bus Solo-Purwantoro sepertinya tidak berani nyetir seperti itu. Kalau sopir bus Sumber Selamat (Eks Sumber Bencono Kencono) sih mungkin ya. Ok, back to topic, akhirnya sampai di kedubes pukul 11.35. Dan berhasil apply. Yeaayy!

PERJALANAN BERANGKAT

Tanggal 10 Desember 2013 aku berangkat dari bandara Soekarno-Hatta tujuan Kansai International Airport transit via Kuala Lumpur. Sendiri, karena teman setimku (Annisa) sudah berangkat terlebih dulu pada tanggal 7 (dan jalan-jalan di Tokyo, hiks). Saat di ruang tunggu transit di Kuala Lumpur, aku bertemu dengan temanku yang sama-sama mengikuti ICAST, namun berangkat dari Surabaya. Ternyata tidak hanya kami berdua, kami bertemu lagi dengan dua orang lain dengan tujuan yang sama. Dan, percaya atau tidak, kami berempat sama-sama berasal dari universitas di Yogyakarta.

Dec. 11th 2013

Setiba di Kansai International Airport, hawa dingin langsung menusuk. Walau dipasang pemanas, tetapi perubahan suhu itu tetap saja mengagetkan. Apalagi aku belum pernah merasakan perubahan suhu ekstrim seperti ini sebelumnya. Kueratkan jaket gunungku, berusaha menepis dingin. Padahal salju belum lagi turun.

Kami masih harus melanjutkan perjalanan. Bagi yang belum mengetahui letak Kumamoto, bisa dilihat pada gambar di bawah.

Dari Osaka, kami masih harus naik pesawat ke Fukuoka dengan lama perjalanan 2 jam. Untunglah di Fukuoka sudah ada yang "menyambut" kedatangan kami, mahasiswa Indonesia, teman dari salah satu anggota rombongan kami. Di papan baliho di luar bandara Fukuoka terlihat keterangan suhu 8°C. Pantas saja rasanya kaya masuk kulkas.

Dari Fukuoka kami naik bus ke Kumamoto Kotsusenta (Kumamoto Transportation Centre). Lama perjalanan adalah dua jam, dengan tiket seharga 1,600 yen (setara Rp 192.000 T.T).

Seperti apa bus jarak menengah di Jepang? Seatbelt masing-masing kursi. Stop kontak (bahasa bekennya : colokan). Pemanas (nah ini yang nggak ada di Indonesia). Tidak ada kondektur, karena tugas kondektur sudah digantikan oleh rekaman. Setiap keluar dari halte, selalu berbunyi "Pemberhentian selanjutnya halte A. Setelah halte A adalah halte B. Mohon jaga barang bawaan Anda, jangan sampai ada yang tertinggal di bus," dalam bahasa Jepang, diikuti pemberitahuan serupa dalam bahasa Inggris dan bahasa Korea. Setelah itu sang sopir melalui microphone akan bertanya "Adakah yang akan turun di pemberhentian selanjutnya?". Lalu kita tinggal memencet bel jika ingin turun. Karena tujuan kami adalah pemberhentian terakhir, kami tidak perlu memencet bel (padahal pengin coba ><).

Untuk sampai ke tempat kami menginap yaitu Kumamoto Islamic Centre, kami naik bus kota. Ketika masuk ke dalam bus, di kanan dan kiri pintu ada mesin tiket. Ambil tiketnya. Di tiket itu terdapat angka. Angka itu adalah kode dari halte mana kita naik. Di bagian depan bus ada layar yang menunjukkan angka-angka beserta harga di bawahnya. Perhatikan angka yang ada di tiketmu, harga di layar akan naik seiring berapa lama perjalanan dan berapa banyak halte yang terlewati. Di halte tempatmu turun, harga yang tertera di bawah angka itu adalah harga yang harus dibayar.

Mesin pembayaran hanya menerima uang pas. Namun tak perlu khawatir. Jika tidak punya uang receh kita bisa menukarnya di mesin penukar, namun hanya dapat dilakukan saat bus berhenti. Sama seperti bus jarak menengah, di bus kota juga ada suara rekaman tiap melewati halte, disusul dengan pak sopir yang nge-MC.

Sampailah kami di Kumamoto Islamic Centre. Annisa sudah terlebih dahulu datang. Bercerita tentang penjelajahannya di Tokyo. Melihat Gundam dengan ukuran skala 1:1 di Odaiba. Aku hanya bisa membayangkan. Hiks.
Gundam di Odaiba

Aku bergabung dengan belasan (atau puluhan?) mahasiswa asal Indonesia lain yang sama-sama mengikuti ICAST. Disitulah pertemuan pertamaku dengan futon. Yang untuk malam itu dan malam-malam berikutnya selalu menemani tidurku.

Dec. 12th 2013
Foto bersama semua peserta dan panitia ICAST 2013

Ruang serbaguna, bisa menjadi auditorium, bisa menjadi hall

Hari pertama konferensi. Upacara pembukaan. Foto bersama. Tak banyak yang kulakukan, karena jadwal presentasiku pada hari kedua. Melihat-lihat presentasi yang lain. Ah, kebetulan yang sedang presentasi adalah mahasiswa Jepang ganteng.
Menatap dari jauh, haha

Malamnya, kami menghadiri student party. Lebih tepatnya kumpul-kumpul, kenalan dan makan-makan. Ah, dan pertunjukan dari masing-masing negara. Delegasi dari Indonesia belum ada yang mempersiapkan sama sekali. Dengan koordinasi dadakan, jadilah kami menyanyikan lagu Hari Merdeka, Halo-halo Bandung dan Indonesia Raya. Pertunjukan dari negara lain lumayan beragam. Dari Korea Selatan, awalnya mereka menyanyikan lagu mars universitas mereka. Setelah selesai, tiba-tiba terdengar lagu yang familiar : Gangnam Style! Sudah bisa ditebak kan, apa yang terjadi selanjutnya?

Penampilan dari Jepang tak kalah serunya. Mereka menari mengikuti tarian Kumamon Dance. Kumamon adalah maskot dari Perfektur Kumamoto, berbentuk beruang hitam dengan moncong putih dan pipi merah. Sebenarnya, apa bagusnya sih Kumamon? Kok bisa-bisanya jadi maskot?


Cek video Kumamon Dance ini :
Dec. 13th 2013

Hari kedua konferensi. Perlukah kuceritakan apa isi paper kami? Sepertinya tidak, ya. Haha. Yang pasti, presentasi kami berjalan lumayan lancar. Banyak masukan, banyak diskusi, dna tentu saja banyak ilmu baru. Hari ini berakhirlah sesi presentasi dari semua peserta. ICAST pun dinyatakan berakhir. Tetapi, masih ada sesi field trip esok hari.

Selepas penutupan, aku dan Annisa menjelajah kampus Kumamoto University. Ketemu spot bagus, foto. Lihat pohon ginkgo yang daunnya masih kuning semua, foto. Intinya sih, foto-foto. Hehe.
Pohon ginkgo berdaun sempurna kuning seluruhnya

Pura-puranya lagi ada daun berguguran. Hahaha

Malamnya kami bersama beberapa sesama peserta yang menginap di Kumamoto Islamic Centre didampingi oleh dua orang Indonesia yang kuliah di Kumamoto University, menuju Second Street, toko yang menjual barang-barang bekas dengan harga miring. Setelah mencari-cari, akhirnya aku menemukan jaket yang kusukai dengan harga hanya 500 yen (setara Rp 60.000). Dan setelahnya bersama-sama makan malam di Sushi Ichiba :D

Dec. 14th 2013

Saatnya field trip! Yeay!

Pagi kami berkumpul di halaman gedung 100th Memorial Hall. Sudah ada 3 bus yang menunggu kami. Setelah registrasi selesai dan semua peserta siap, bus pun berangkat. Ngeeeeng!!

Di tengah perjalanan kami berhenti sejenak di tempat peristirahatan. Ke toilet, beli minuman di vending machine, atau hanya sekedar meluruskan kaki.
Ketagihan beli di vending machine

Rest area

Tujuan pertama adalah Mt. Aso. Bulan Desember seperti ini puncak gunung Aso sudah diselimuti salju, walaupun belum tebal. Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku akan melihat salju! Yeah!

Untuk mencapai kaldera, kami bisa menggunakan gondola. Menaiki gondola dengan hamparan salju di sekitar... luar biasa! Setelah gondola berhenti, aku tak bisa menahan diri lagi. Kubuka sarung tanganku dan kuraih segenggam salju. Brrr... dingin! Aku harus cepat-cepat memakai sarung tanganku lagi, karena baru beberapa menit saja tanganku sudah mati rasa!
Hamparan salju tipis di sekeliling kaldera

Dari kaldera menguar asap belerang yang sangat pekat. Pernahkah kalian ke kawah Sikidang Dieng atau gunung Bromo? Seperti itulah. Namun lebih menyakitkan. Jika di Dieng atau Bromo hanya baunya yang tak tertahankan, di kaldera Mt. Aso ini bahkan hanya bernafas biasa rasanya seperti ada yang menusuk-nusuk tenggorokan kita dengan jarum-jarum kecil. Membuat seketika batuk-batuk.
Kaldera Mt. Aso

Beberapa saat berkeliaran di sekitar kaldera, tiba-tiba alarm berbunyi. Tanda bahwa asap kaldera sudah melewati batas aman. Beberapa petugas serempak menggiring dan mengarahkan kami menjauh dari kaldera.

Tujuan selanjutnya adalah Aso Farm Land. Sesuai namanya tempat ini adalah peternakan dengan produk yang dijual adalah olahan susu. Seperti halnya toko oleh-oleh lain, disini juga dijual banyak souvenir. Dan, sebagian besar bergambar Kumamon. Aish.

Disini aku menemukan baumkuchen. Apa itu baumkuchen? Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu. Yang kutahu, baumkuchen adalah makanan favorit Ioryogi di anime Kobato. Itu saja.
Baumkuchen

Setelah dari Aso Farm Land, kami melanjutkan perjalanan ke Aso Shrine (Kuil Aso).Tak banyak yang kulakukan disini. Lah, mau ngapain coba? Lempar koin tepuk tangan goyang-goyang lonceng? Dih, mendingan koinnya buat beli di vending machine.
Bersama Annisa di depan kuil Aso

Padang rumput luas menjadi tujuan kami selanjutnya. Tempat yang disebut Daikanbo. Begitu menatap hamparan rumput yang membentang sepanjang mata memandang rasanya seperti... menatap lokasi syuting Music Video. Berlarian di antara ilalang. Aku bahkan seperti mendengar musik saat itu.
Pura-pura jadi artis Music Video

Avisa dan Annisa

Sepulang dari field trip, malamnya aku pergi ke Daiso (toko 100 yen). Semua barang disini harganya 105 yen, selain barang yang sudah ada price tagnya. Saatnya belanja!

Dec. 15th 2013

Konferensi selesai, saatnya jalan-jalan! Ups. Hehe.

Lagi-lagi kami berombongan dari Kumamoto Islamic Centre. Tujuan kami adalah Kumamoto Castle! Yeay!



"I dream high"
Sekarang ini castle sudah menjadi museum, dan kita dapat naik sampai lantai teratas. Di dalamnya tersimpan papan-papan nama pahlawan yang meninggal dalam perang (sepertinya sih), senjata perang sampai peralatan masak jika sedang dalam di medan perang. Lucu ya?



Setelah puas berkeliling Kumamoto Castle, aku dan Annisa memisahkan diri dari rombongan dan berjalan menuju downtown. Saatnya makan udon!

Malam itu aku dan Annisa kembali ke Osaka menggunakan bus. Kami naik bus malam dengan waktu perjalanan sekitar 10 jam. Melelahkan? Tidak juga sih. Daripada naik pesawat yang harganya lebih mahal? Ya nggak?

Dec. 16th 2013

Sekitar pukul 07.00 pagi kami sampai di Osaka. Pukul 07.00 adalah saat terdingin, dan kami terlunta-lunta tak ada tujuan! Apa mau dikata, pesawat yang akan membawa kami kembali ke Indonesia akan berangkat malam ini, jadilah kami tidak memesan penginapan. Dengan menenteng koper, kami mencari-cari stasiun. Karena setahu kami, di stasiun ada loker koin. Kami bisa menitipkan barang bawaan kami disitu.

Setelah beberapa lama berjalan, akhirnya kami menemukan loker koin tersebut. Sialnya, kami tidak tahu cara menggunakannya, dan petunjuk penggunaan pun hanya tertulis dalam bahasa Jepang. Bingung, kami akhirnya bertanya pada segerombolan anak-anak sekolah menengah yang berada di dekat kami. Walaupun susah sekali melakukan komunikasi dengan mereka, karena mereka pun tidak terlalu bisa berbahasa Inggris, akhirnya kami dapat menggunakan loker koin itu. Akhirnya.


Anak-anak yang membantu kami


Melihat toko buku Kinokuniya buka, kami masuk. Tahu lah, apa yang kubeli? Yup, Weekly Jump! Kebetulan hari itu hari Senin, jadwal terbit mingguan Weekly Jump.


Buying Weekly Jump


Sayangnya, begitu kubuka, ternyata isinya sudah ada di situs-situs manga online minggu lalu. Padahal, di Jepang saja baru terbit hari itu. Aish, apa-apaan ini.

Kami keluar dari kompleks stasiun. Yang terlihat pertama kali adalah bianglala raksasa ini.

Bianglala raksasa


Teringat pesanan salah satu teman, aku dan Annisa mencari toko action figure. Aku menunjukkan gambar yang dipesan oleh temanku itu, yang kesemuanya One Piece. Dan tahukah, semuanya sold out! Ini memang produknya sudah lama atau Indonesia aja yang ketinggalan ya? Untunglah bapak penjual yang baik hati merekomendasikan kami untuk mencari di daerah Namba, karena disitu adalah pusat action figure dan merchandise di Osaka. Got it, tujuan selanjutnya, Namba. Tapi sebelum itu, makan udon dulu~ hehe.


Dekorasi lampion



Udon! Yum!

Kami menaiki kereta bawah tanah (subway) atas rekomendasi bapak penjual baik hati. Sampai di Namba, kami bertanya pada polisi yang patroli dimana kami bisa menemukan toko action figure. Sayangnya, pak polisi itu tak bisa berbahasa Inggris. Berkali-kali kami menjelaskan, action figure, toy shop, merchandise, tak ada yang dimengerti oleh bapak polisi itu. Sampai akhirnya Annisa berkata "Gundam", kami langsung mendapat inspirasi.

A&A : "Gundam! Naruto! One Piece! Fairy Tail!"P : "Ah, hai hai"

Ternyata pak polisi itu paham apa yang kami maksud. Kenapa nggak dari tadi coba? Haha. Petunjuk dari bapak polisi itu mengantarkan kami ke Namba Park. Bagus ya?
Namba Park



Kami bertanya pada beberapa orang lagi, akhirnya kami berhasil menemukan deretan toko yang menjual pernak-pernik anime. Keluar masuk toko, hasilnya sama : nihil. Aku hanya mendapatkan satu set dari beberapa set titipan temanku. Itupun tidak lengkap. Sudahlah, aku menyerah.

Selesai mencari-cari, hari sudah sore. Kami harus segera kembali. Mengambil koper dan menuju bandara. Di tengah perjalanan kami menuju subway, kami melihat pertunjukan menarik. Sekelompok orang berjoged "Fortune Cookies" di depan theater NMB48. See? Interesting, rite?
NMB48


Kami kembali, mengambil koper dan naik Limousine Bus ke Kansai International Airport. Petualanganku di Jepang berakhir disini. Bye Japan. See you again next time. I'll miss you.



Ratri Avisa Melliferina
Jan. 08th 2014
Depok, Sleman



Saved under :
Avatar

by Unknown

Donec dictum suscipit nibh in malesuada. Proin sit amet metus vel massa volutpat ornare. Pel len tesque vel nunc a lacus gravida euismod. Maecenas vel nunc nec magna sodales fermentum cursus non felis amet metus vel massa volutpat

1 comments:

  1. Suatu saat, saya juga akan menceritakan perjalanan yang sama hebatnya ;-(

    BalasHapus